Hari raya lebaran memang bukan hanya untuk umat muslim di Indonesia. Hari raya lebaran juga menghampiri penganut kepercayaan lainnya. Bukan dalam bentuk acara keagamaan tetapi, dalam tradisi. Tradisi yang sudah dilakukan warga Indonesia sejak dahulu kala hingga sekarang yaitu mudik. Mudik di hari raya lebaran menjadi tradisi bagi setiap warga Indonesia. Baik itu umat islam maupun non-islam. Tidak tahu persis tradisi ini dimulai sejak kapan akan tetapi hal ini sudah terjadi sejak lama.
Asal bisa bertemu keluarga besar di kampung halaman ribuan orang di seluruh Indonesia melakukan perjalanan jauh minimal untuk saling menyapa antar keluarga. Bukan rahasia umum lagi ongkos bukan menjadi halangan bagi tradisi kolosal satu ini.
Dari tahun ke tahun jumlah pemudik selalu mengalami peningkatan (bahkan tidak menunjukan penurunan untuk beberapa kawasan). Mungkin penjualan kendaraan yang tiap tahun naik atau jasa angkutan yang memberikan tempat bangku kosong lebih banyak daripada tahun sebelumnya. Review dari tahun lalu disaat saya pulang-pergi kampung dari libur perkuliahan. Seperti saya duga jalan sangat macet sekali dan berpuncak di tempat-tempat peristirahatan (rumah makan, SPBU, dan lain sebagainya) pemudik. Jalan-jalan yang medannya sulit seperti hutan dan gunung juga sumber kemacetan saat mudik-balik. Akibatnya banyak mobil (termasuk rombongan saya) keluar dari jalur aspal untuk mempercepat perjalanan. Kenapa harus selalu begini? Banyak jalan arteri namun, disesaki hingga kebanyakan dari pengemudi memilih keluar jalur. Lalu kenapa setiap mendekati hari raya berita menyajikan berita soal pembangunan/perbaikan jalan. Seharusnya dapat dilaksanakan jauh hari sebelum mendekati hari raya.
Anyway untuk tahun ini saya agak beruntung. Berhasil mendapat tiket kepulangan tujuan madiun melalui jasa kereta api Indonesia. Pemesanan saya lakukan di hari H-35, banyak calon pemudik yang mengantri untuk mendapatkan tiket kereta api. Salut kepada PT.KAI sudah memberikan jasa pelayanan pemesanan karcis meski kurang sosialisasi sehingga di loket pemesanan dibanjiri calon pemudik. Padahal banyak jasa pihak ketiga yang menyediakan pemesanan karcis untuk memudahkan konsumen. Terakhir kritik untuk PT KAI tentang harga tiket yang "dipukul rata". Mengapa harus dipukul rata apapun tujuannya karena bisnis dan eksekutif dihitung dari jauhnya tujuan. Mungkinkah hanya meraup untung sebanyak-banyak tanpa perbaikan sarana dan prasarana yang memuaskan konsumen semata?
Asal bisa bertemu keluarga besar di kampung halaman ribuan orang di seluruh Indonesia melakukan perjalanan jauh minimal untuk saling menyapa antar keluarga. Bukan rahasia umum lagi ongkos bukan menjadi halangan bagi tradisi kolosal satu ini.
Dari tahun ke tahun jumlah pemudik selalu mengalami peningkatan (bahkan tidak menunjukan penurunan untuk beberapa kawasan). Mungkin penjualan kendaraan yang tiap tahun naik atau jasa angkutan yang memberikan tempat bangku kosong lebih banyak daripada tahun sebelumnya. Review dari tahun lalu disaat saya pulang-pergi kampung dari libur perkuliahan. Seperti saya duga jalan sangat macet sekali dan berpuncak di tempat-tempat peristirahatan (rumah makan, SPBU, dan lain sebagainya) pemudik. Jalan-jalan yang medannya sulit seperti hutan dan gunung juga sumber kemacetan saat mudik-balik. Akibatnya banyak mobil (termasuk rombongan saya) keluar dari jalur aspal untuk mempercepat perjalanan. Kenapa harus selalu begini? Banyak jalan arteri namun, disesaki hingga kebanyakan dari pengemudi memilih keluar jalur. Lalu kenapa setiap mendekati hari raya berita menyajikan berita soal pembangunan/perbaikan jalan. Seharusnya dapat dilaksanakan jauh hari sebelum mendekati hari raya.
Anyway untuk tahun ini saya agak beruntung. Berhasil mendapat tiket kepulangan tujuan madiun melalui jasa kereta api Indonesia. Pemesanan saya lakukan di hari H-35, banyak calon pemudik yang mengantri untuk mendapatkan tiket kereta api. Salut kepada PT.KAI sudah memberikan jasa pelayanan pemesanan karcis meski kurang sosialisasi sehingga di loket pemesanan dibanjiri calon pemudik. Padahal banyak jasa pihak ketiga yang menyediakan pemesanan karcis untuk memudahkan konsumen. Terakhir kritik untuk PT KAI tentang harga tiket yang "dipukul rata". Mengapa harus dipukul rata apapun tujuannya karena bisnis dan eksekutif dihitung dari jauhnya tujuan. Mungkinkah hanya meraup untung sebanyak-banyak tanpa perbaikan sarana dan prasarana yang memuaskan konsumen semata?
Komentar
Posting Komentar