Langsung ke konten utama

Hukuman untuk Koruptor

Bagaimana perasaan Anda ketika koruptor ditangkap? Tentu senang jika mendengar koruptor berhasil ditangkap. Lalu masih puaskah jika berhasil dibuktikan bersalah? Sekarang, masih puaskah dengan nilai vonis yang diberikan hakim kepada koruptor? Oke, sebagian dari Anda pasti mulai merasa gerah, kesal hingga jengkel begitu mendengar vonis hukuman bagi koruptor. Mengapa hakim tidak memberikan hukuman seberat-beratnya? Ratusan bahkan ribuan pertanyaan keluar dari mulut Anda tanpa ada penjelasan kuat.

Saya sebagai penulis blog ini pun merasa jengkel juga tentang komitmen pemerintah memberantas korupsi. Beragam formula dikeluarkan untuk melenyapkan tindakan satu ini. Mulai dari KPK sebagai prajurit di garis depan memberantas korupsi. Selanjutnya UU Tipikor yang menjadi senjata KPK di medan perang. Pemberian wewenang khusus KPK sebagai perisainya. Tapi, sepertinya koruptor masih bebas melanggang di kehidupannya.

Sedikit sekali koruptor yang berhasil ditangkap KPK yang diberikan hukuman berat di pengadilan. Rata-rata hukuman yang dijalani seorang koruptor hanya 2-8 tahun kurungan di penjara. Itu belum masih belum dipotong remisi selama menginap di hotel prodeo. Hukuman 2-8 tahun penjara sangat singkat sekali bagi mereka yang merindukan keadilan di Indonesia. Akan tetapi hukum sepertinya hanya dimiliki segilintir orang Indonesia, rakyat kecil sangat mudah diberikan putusan vonis yang tidak adil hanya masalah sepele. Bandingkan penanganan kasus korupsi yang memakan waktu lama dan menghasilkan vonis ringan bagi pelaku korupsi.

Tidak hanya vonis hakim yang ringan, denda dan pengembalian aset-aset milik negara yang telah diambil seperti berjalan "seret". Denda yang diberikan hakim dalam vonis pun nominalnya sangat kecil dibandingkan hasil rampasan. Pengambilan aset-aset negara yang dimiliki secara pribadi oleh pelaku juga mengalami kesulitan serupa. Tidak mampunya aparatur negara mengambil aset-aset negara yang hilang seharusnya tidak selalu menjadi pekerjaan sulit. Toh, sekali lagi (dan lagi) para aparatur negara mengecewakan kita kembali.

Sebaiknya Indonesia berkaca dan belajar sekaligus berani mempratekan negara-negara yang berhasil memberantas kasus korupsi hingga mencapai akar-akarnya. Cina merupakan negara yang sukses memberantas korupsi hingga ke akarnya. Ungkapan 100 peti mati bagi koruptor benar-benar membuat calon koruptor berpikir berulang-ulang sebelum mengambil tindakannya. Tidak hanya itu vonis yang dijatuhkan badan kehakiman untuk pelaku korupsi tidak tanggung-tanggung yaitu, hukuman seumur hidup atau mati. Pengembalian aset negara juga membawa hasil yang besar. Hongkong juga bisa dijadikan contoh, negara yang sebelumnya tempat berkumpulnya para mafia. Sekarang disapu bersih oleh pemerintah yang berkuasa disana. Baik korupsi skala kecil (sogokan/suap) maupun besar sama sekali diberantas tidak bersisa. Efek malu berupa penangkapan di hadapan orang banyak juga salah satu faktor hongkong sukses memberantas korupsi. Meski dikritik habis-habisan awalnya kini lihat apa yang terjadi pada hongkong. Dinegara lainnya koruptor dibuang (diasingkan) dan tidak diterima kembali bila pulang ke negara asal.

Mestinya Indonesia (pemerintah dan masnyarakat) juga seberani mereka dalam melawan korupsi. Hukuman mati selalu muncul kontroversi di kalayak penduduk Indonesia. Tidak perlu diperdebatkan lagi soal kemanusiaan dan ketuhanan pada vonis mati. Saya akan bertanya kembali, keturunan Anda mau dibuat sengsara hanya karena perbuatan satu orang melakukan korupsi dan sekarang ia masih hidup? Indonesia punya penduduk 200juta lebih, mati 1 orang karena dia pelaku korupsi bukan berarti Indonesia mundur. Masih ada penduduk yang moralnya lebih baik untuk melawan korupsi. Aset yang dirampas tidak perlu banyak bicara dan alasan segera ambil kembali dengan hasil utuh. Apakah koruptor perlu dimaafkan? Saya rasa tidak perlu karena dengan hukuman berat dan sikap kita anti-korupsi sudah cukup membuat pelaku dan calon malu didepan umum. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku dan Keluarga Mahasiswa Katolik St Algonz Universitas Airlangga (bagian 1)

Keluarga Mahasiswa Katolik atau KMK St Algonz bisa dibilang merupakan rumah kedua bagi pribadiku. Banyak kenangan yang sulit dilupakan, baik itu suka dan duka. Namun sesuatu yang terpenting dari semuanya, mereka selalu ada untukmu, itulah makna sebenarnya keluarga. Bagaimana aku berkenalan dengan KMK? Layaknya mahasiswa baru yang diperkenalkan universitas, aku tidak mengira bahwa perkenalan dengan KMK dimulai ketika selesai registrasi. Awalnya aku tidak begitu tertarik tentang pembicaraan KMK. Apa dipikirkan saat itu, UA (Universitas Airlangga) pasti mempunyai wadah untuk kebutuhan mahasiswa katolik dan ingin segera kembali ke rumah. Sebelum kembali pulang, kakak KMK saat itu memberikan sebuah selembar tulisan yang tidak kubaca selama perjalanan pulang dan baru dibaca ketika sampai dirumah. Apa yang tertulis diselembar kertas tersebut cukup mengejutkan karena, menceritakan perjuangan mahasiswa gerakan reformasi, Bimo Petrus . Bacaan tersebut sungguh menggugah hati sebab, ia ada...

Undang-Undang Karet yang Bernama Penistaan Agama

Tulisan ini bukanlah hanya berisi opini pribadi namun, adalah kajian dari tulisan dan esai jurnalistik yang bisa dipertanggung jawabkan kebenaran sumbernya Maraknya berita-berita soal isu agama yang dibawa ke ruang politik dan publik yang sering terjadi belakangan ini, membuat Indonesia gempar. Puncaknya adalah kasus penodaan agama yang dituduhkan pada Basuki Thayaja Purnama alias Ahok tertanggal 27 September 2016 pada saat berpidato di pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.

Swiss Guard (bagian 2)

Sebelumnya di bagian 1. Saya menceritakan latar terbentuknya Garda Swiss Sri Paus. Kini mari bicarakan keadaan Garda Swiss terkini. Setelah Garda Swiss ditetapkan menjadi pasukan penjaga pribadi Sri Paus Julius II. Garda Swiss Kepausan ditarik dari medan perang dan fokus menjaga keselamatan Sri Paus. Uniknya Paus Julis II juga hanya meminta 200 pasukan. Namun, pada saat reformasi gereja oleh Martin Luther, posisi swiss guard semakin dikukuhkan sebagai penjaga kesucian gereja. Kini Garda Swiss hanya beroperasi di sekitar area lapangan St. Petrus, St. Basillika dan Sistine Chapel bukan, seluruh wilayah Vatikan. Satu-satunya perang yang dialami Garda Swiss adalah peristiwa pengempungan Roma oleh Kekaisaran Romawi Suci tanggal 6 Mei 1527. Meskipun Garda Swiss kalah telak karena kalah jumlah pasukan, mereka masih bisa menyelamatkan nyawa Paus Clement VII dan sejak peristiwa itu Garda Swiss mulai merekrut pasukan baru dan diambil sumpahnya pada tanggal 6 Mei. Untuk menjadi salah ...