Langsung ke konten utama

Antara Transportasi Konvensional dan Online

Polemik antara transportasi konvensional dan online memasuki babak baru. Per tanggal 1 April 2017 (hari ultah saya juga) permenhub (Perarturan Menteri Perhubungan) no 32 tahun 2016 sebagai payung hukum untuk transportasi online dijalankan.

Transportasi online (daring) dianggap menggerus pendapatan para supir transportasi konvensional sehingga penolakan keberadaannya dimana-mana bahkan, beberapa kota berakhir ricuh massa. Organda nasional mendesak pemerintah untuk segera mengatur kompetisi tersebut.

Saya pribadi mempunyai tanggapan tentang transportasi konvensional dan online khususnya kota surabaya yang saat ini menjadi tempat tinggal. Pertama, transportasi konvensional atau umum di kota Surabaya (dan mungkin kota-kotab besar Indonesia) jumlah armadanya cukup banyak. Tetapi masalah transportasi umum di Surabaya juga banyak. Biarpun tarifnya memang murah (jauh-dekat, tarif sama) ada, banyak faktor sehingga konsumen beralih ke transportasi online. Faktor yang paling saya rasakan selama menggunakan transportasi umum adalah ketidakprofesional para supir (terutama supir angkot). Ngetem dan mengemudi pelan (sekali) adalah sifat buruk para supir transportasi umum. Padahal kita tahu mayoritas pengguna jasa angkutan umum tidak memiliki kendaraan pribadi. Bagaimana mungkin konsumen bisa bergerak cepat menuju tempat tujuan jika supir angkutan ogah-ogahan menggeber mesin. Tidak heran mereka (dan saya) beralih ke transport online, bayar sedikit lebih mahal tapi cepat sampai. Faktor kedua adalah kenyaman kendaraan umum. Contoh kasus ketika angkot menaikan penumpang di pasar, barang bawaan penumpang bisa sangat banyak hingga memakan space, dan layaknya bau pasar para penumpang bisa membawa barang bawaan yang berbau. Kasus lain yaitu tetap menaikan penumpang meski sudah sesak. Kenyamanan juga berarti kondisi angkutan itu sendiri (bus dan mobil) tidak sekadar layak jalan tetapi juga kelayakan nyaman untuk konsumen terpenuhi. Karena dua faktor mayor itulah saya melihat transportasi online sebagai alternatif terutama, ketika harus berburu dengan waktu. Percayalah saya masih memakai modal transportasi umum tapi dengan catatan merah di hati. Mungkin kasus di kota lain lebhi parah dibanding surabaya.

Bagaimana transportasi online jelang 1 April? Kalau saya membaca kolom-kolom essai justru, permenhub ini mengekang transportasi online tetapi tidak memperbaiki yang konvensional juga. Ujungnya konsumen (masnyarakat) juga yang dirugikan.






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku dan Keluarga Mahasiswa Katolik St Algonz Universitas Airlangga (bagian 1)

Keluarga Mahasiswa Katolik atau KMK St Algonz bisa dibilang merupakan rumah kedua bagi pribadiku. Banyak kenangan yang sulit dilupakan, baik itu suka dan duka. Namun sesuatu yang terpenting dari semuanya, mereka selalu ada untukmu, itulah makna sebenarnya keluarga. Bagaimana aku berkenalan dengan KMK? Layaknya mahasiswa baru yang diperkenalkan universitas, aku tidak mengira bahwa perkenalan dengan KMK dimulai ketika selesai registrasi. Awalnya aku tidak begitu tertarik tentang pembicaraan KMK. Apa dipikirkan saat itu, UA (Universitas Airlangga) pasti mempunyai wadah untuk kebutuhan mahasiswa katolik dan ingin segera kembali ke rumah. Sebelum kembali pulang, kakak KMK saat itu memberikan sebuah selembar tulisan yang tidak kubaca selama perjalanan pulang dan baru dibaca ketika sampai dirumah. Apa yang tertulis diselembar kertas tersebut cukup mengejutkan karena, menceritakan perjuangan mahasiswa gerakan reformasi, Bimo Petrus . Bacaan tersebut sungguh menggugah hati sebab, ia ada...

Undang-Undang Karet yang Bernama Penistaan Agama

Tulisan ini bukanlah hanya berisi opini pribadi namun, adalah kajian dari tulisan dan esai jurnalistik yang bisa dipertanggung jawabkan kebenaran sumbernya Maraknya berita-berita soal isu agama yang dibawa ke ruang politik dan publik yang sering terjadi belakangan ini, membuat Indonesia gempar. Puncaknya adalah kasus penodaan agama yang dituduhkan pada Basuki Thayaja Purnama alias Ahok tertanggal 27 September 2016 pada saat berpidato di pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.

Swiss Guard (bagian 2)

Sebelumnya di bagian 1. Saya menceritakan latar terbentuknya Garda Swiss Sri Paus. Kini mari bicarakan keadaan Garda Swiss terkini. Setelah Garda Swiss ditetapkan menjadi pasukan penjaga pribadi Sri Paus Julius II. Garda Swiss Kepausan ditarik dari medan perang dan fokus menjaga keselamatan Sri Paus. Uniknya Paus Julis II juga hanya meminta 200 pasukan. Namun, pada saat reformasi gereja oleh Martin Luther, posisi swiss guard semakin dikukuhkan sebagai penjaga kesucian gereja. Kini Garda Swiss hanya beroperasi di sekitar area lapangan St. Petrus, St. Basillika dan Sistine Chapel bukan, seluruh wilayah Vatikan. Satu-satunya perang yang dialami Garda Swiss adalah peristiwa pengempungan Roma oleh Kekaisaran Romawi Suci tanggal 6 Mei 1527. Meskipun Garda Swiss kalah telak karena kalah jumlah pasukan, mereka masih bisa menyelamatkan nyawa Paus Clement VII dan sejak peristiwa itu Garda Swiss mulai merekrut pasukan baru dan diambil sumpahnya pada tanggal 6 Mei. Untuk menjadi salah ...