Langsung ke konten utama

Game Online Pemicu Kekerasan Anak-Anak Indonesia?

Oke, sebelumnya saya mengatakan kalau berita ini masih simpang siur. KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) tidak lama sebelumnya mendesak Kemeninfo untuk game online yang dianggap berkonten kekerasan. KPAI berasalan konten kekerasan dalam game online tersebut sebagai faktor kasus kekerasan yang dilakukan anak-anak. 8 game online menurut KPAI yang mengandung konten kekerasan antara lain, Counter Strike, Lost Saga, Point Blank, World of Warcraft, RF online, AION, GunBound. Selain konten kekerasan KPAI juga menilai terdapat konten dewasa dan perjudian. 



Masih Simpang Siur
Bukan untuk berpikiran negatif tentang usaha KPAI dalam menolong jutaan anak Indonesia. Tapi pernyataan KPAI  seperti mengkambing hitamkan video games sebagai faktor utama dalam kasus kekerasan anak-anak. Meski berita ini masih simpang siur tetapi, argumen KPAI sebenarnya butuh penajaman lagi dengan bukti-bukti baik data lapangan ataupun riset dengan melibatkan anak-anak (tentunya dengan penambahan faktor variabel). Hingga kini KPAI hanya beralasan banyaknya kasus kekerasan anak-anak karena kecanduan game sehingga tidak dapat membedakan dunia virtual dan nyata. Adapula alasan lainnya adalah dorongan bagi anak-anak untuk melakukan hal negatif dan terbengkalai dalam kehidupan sehari-hari. Namun KPAI juga tidak boleh mengesampingkan fakta bahwa tidak semua pemain game online adalah anak-anak atau remaja, diantara pemain game online adalah orang dewasa 17+ (saya sendiri adalah seorang gamer berusia dewasa). Saya juga tidak menampik ada beberapa yang saya telah saya coba sebelumnya memang berisi konten yang disebutkan KPAI dan tidak diperuntukan untuk dimainkan anak-anak. Tapi sekali lagi berita ini masih simpang siur karena berita ini belumlah dicetak/diedarkan secara luas oleh media kelas Nasional. Jadi para gamers jangan berburuk sangka dengan KPAI karena bagaimanapun mereka berusaha melindungi masa depan anak-anak Indonesia.

Sistem Rating Game Lebih Efektif
Seiring kasus-kasus kekerasan pada lingkup anak-anak dan KPAI "menyalahkan" game online sebagai faktornya sebenarnya, kita bisa membantu mencegah game dengan konten kekerasan dimainkan oleh anak-anak. Tentu sebagai gamer dewasa mengenal istilah sistem rating game. Sebuah usaha para produsen video game untuk menentukan pasar usia gamer yang ditunjukan. Kita biasa mengenal istilah-istilah rating seperti ESRB, PEGI, CERO namun, sistem rating game tersebut adalah produk buatan luar negeri seperti Amerika, Eropa, Jepang. Tentu karena perbedaan kultur dan budaya seringkali gamer sedikit ragu dengan kebenaran rating tersebut khususnya para orang tua yang masih awam tentang sistem rating game. Namun jangan berkecil hati dahulu, kini Menkeninfo dan pelaku industri game Indonesia berusaha untuk menerbitkan sistem rating game Indonesia (Indonesia Game Rating System / IGRS). Dengan sistem rating game buatan Indonesia tentu konten video game bisa dinilai berdasarkan nilai dan kultur Indonesia sendiri. Jika perl ditambahkan keterangan isi konten secara garis besar. Dengan keprihatinan KPAI terhadap game online yang berisi konten kekerasan mengapa tidak turut andil dalam menentukan video game apa saja yang diperbolehkan dimainkan oleh anak-anak Indonesia. daripada meminta untuk memblokir game online. Pemblokiran sendiri bisa berujung gulung tikar warnet dan game center sekaligus melemahkan industri game Indonesia. Selain itu jangan lupa tidak semua pemain game online masih anak-anak, sebagian lain telah berusia dewasa, seperti saya. Tidak lupa peran orangtua untuk mengawasi anak-anak dari konten-konten video game yang seharusnya tidak dimainkan/dilihat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku dan Keluarga Mahasiswa Katolik St Algonz Universitas Airlangga (bagian 1)

Keluarga Mahasiswa Katolik atau KMK St Algonz bisa dibilang merupakan rumah kedua bagi pribadiku. Banyak kenangan yang sulit dilupakan, baik itu suka dan duka. Namun sesuatu yang terpenting dari semuanya, mereka selalu ada untukmu, itulah makna sebenarnya keluarga. Bagaimana aku berkenalan dengan KMK? Layaknya mahasiswa baru yang diperkenalkan universitas, aku tidak mengira bahwa perkenalan dengan KMK dimulai ketika selesai registrasi. Awalnya aku tidak begitu tertarik tentang pembicaraan KMK. Apa dipikirkan saat itu, UA (Universitas Airlangga) pasti mempunyai wadah untuk kebutuhan mahasiswa katolik dan ingin segera kembali ke rumah. Sebelum kembali pulang, kakak KMK saat itu memberikan sebuah selembar tulisan yang tidak kubaca selama perjalanan pulang dan baru dibaca ketika sampai dirumah. Apa yang tertulis diselembar kertas tersebut cukup mengejutkan karena, menceritakan perjuangan mahasiswa gerakan reformasi, Bimo Petrus . Bacaan tersebut sungguh menggugah hati sebab, ia ada...

Undang-Undang Karet yang Bernama Penistaan Agama

Tulisan ini bukanlah hanya berisi opini pribadi namun, adalah kajian dari tulisan dan esai jurnalistik yang bisa dipertanggung jawabkan kebenaran sumbernya Maraknya berita-berita soal isu agama yang dibawa ke ruang politik dan publik yang sering terjadi belakangan ini, membuat Indonesia gempar. Puncaknya adalah kasus penodaan agama yang dituduhkan pada Basuki Thayaja Purnama alias Ahok tertanggal 27 September 2016 pada saat berpidato di pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.

Swiss Guard (bagian 2)

Sebelumnya di bagian 1. Saya menceritakan latar terbentuknya Garda Swiss Sri Paus. Kini mari bicarakan keadaan Garda Swiss terkini. Setelah Garda Swiss ditetapkan menjadi pasukan penjaga pribadi Sri Paus Julius II. Garda Swiss Kepausan ditarik dari medan perang dan fokus menjaga keselamatan Sri Paus. Uniknya Paus Julis II juga hanya meminta 200 pasukan. Namun, pada saat reformasi gereja oleh Martin Luther, posisi swiss guard semakin dikukuhkan sebagai penjaga kesucian gereja. Kini Garda Swiss hanya beroperasi di sekitar area lapangan St. Petrus, St. Basillika dan Sistine Chapel bukan, seluruh wilayah Vatikan. Satu-satunya perang yang dialami Garda Swiss adalah peristiwa pengempungan Roma oleh Kekaisaran Romawi Suci tanggal 6 Mei 1527. Meskipun Garda Swiss kalah telak karena kalah jumlah pasukan, mereka masih bisa menyelamatkan nyawa Paus Clement VII dan sejak peristiwa itu Garda Swiss mulai merekrut pasukan baru dan diambil sumpahnya pada tanggal 6 Mei. Untuk menjadi salah ...