Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2017

Undang-Undang Karet yang Bernama Penistaan Agama

Tulisan ini bukanlah hanya berisi opini pribadi namun, adalah kajian dari tulisan dan esai jurnalistik yang bisa dipertanggung jawabkan kebenaran sumbernya Maraknya berita-berita soal isu agama yang dibawa ke ruang politik dan publik yang sering terjadi belakangan ini, membuat Indonesia gempar. Puncaknya adalah kasus penodaan agama yang dituduhkan pada Basuki Thayaja Purnama alias Ahok tertanggal 27 September 2016 pada saat berpidato di pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.

Kampanye RASISME: Cara Instant Mendapatkan Kekuasaan

Tanggal 19/04 2017 mungkin menjadi lembaran baru bagi ibukota Indonesia, Jakarta. Pemilihan kepala daerah (pilkada) gubernur-wakil gubernur telah usai. Dan telah kita ketahui dari hasil quick count dari lembaga-lembaga survey dimenangkan oleh pasangan no urut 3, Anies-Sandi. Sebelum tulisan ini dipostkan, saya telah menuliskan apa yang bisa terjadi setelah gelaran pilkada DKI disini . Pertama, saya percaya di pilkada kali ini rakyat Indonesia akan belajar satu hal dari pilkada DKI tahun ini. Memang setiap gelaran pilkada DKI, selalu ada saja hikmat yang bisa diambil untuk Indonesia. Di tahun 2017 pilkada DKI memang telah memberi pelajaran berharga bagi Indonesia. Sayangnya kali pelajaran yang kita dapat adalah amat pahit. Sungguh amat pahit bahkan, ini akan dicatat di sejarah Indonesia bahwa, rasisme itu masih ada di Indonesia lebih parahnya, begitu mudahnya banyak orang terpancing oleh kampanye rasis.

Anies Dikenang Karena Keislamannya, Ahok Dikenang Karena Kinerjanya

Ada sebuah peribahasa "Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang". Harus saya akui pilkada DKI 2017 adalah pilkada yang paling menguras emosi bangsa. Karena tidak hanya membuat rakyat Jakarta yang dibuah gaduh namun, seisi Indonesia pun ikut berkomentar. Bahkan di salah kota Jawa Timur ada baliho untuk salah satu dukungan calon (entah bagaimana kota-kota lain di Indonesia). Bahkan pilkada DKI bagi saya adalah pemilu yang penuh dengan isu SARA karena Pak Basuki/AHOK, adalah etnis tionghoa yang kembali maju memimpin Jakarta. Suatu kebetulan atau takdir nasib jakarta ditentukan hanya dari isu SARA yang berhembus kencang. Kini tinggal hitungan hari sejak tulisan ini dipublikasikan namun, izinkan saya memberi pandangan kedepan. Meski saya bukan warga Jakarta dan tidak memiliki hak suara tetapi, saya merasa perlu untuk berbicara soal pemilu di Jakarta.

Antara Transportasi Konvensional dan Online

Polemik antara transportasi konvensional dan online memasuki babak baru. Per tanggal 1 April 2017 (hari ultah saya juga) permenhub (Perarturan Menteri Perhubungan) no 32 tahun 2016 sebagai payung hukum untuk transportasi online dijalankan. Transportasi online (daring) dianggap menggerus pendapatan para supir transportasi konvensional sehingga penolakan keberadaannya dimana-mana bahkan, beberapa kota berakhir ricuh massa. Organda nasional mendesak pemerintah untuk segera mengatur kompetisi tersebut. Saya pribadi mempunyai tanggapan tentang transportasi konvensional dan online khususnya kota surabaya yang saat ini menjadi tempat tinggal. Pertama, transportasi konvensional atau umum di kota Surabaya (dan mungkin kota-kotab besar Indonesia) jumlah armadanya cukup banyak. Tetapi masalah transportasi umum di Surabaya juga banyak. Biarpun tarifnya memang murah (jauh-dekat, tarif sama) ada, banyak faktor sehingga konsumen beralih ke transportasi online. Faktor yang paling saya rasakan sela...