Langsung ke konten utama

71 tahun HUT RI, Nasionalisme dalam Kewarnegaraan

Merdeka 17 Agustus 1945, perayaan besar bagi bangsa Indonesia dan buat kita semua Warga Negara Indonesia diseluruh penjuru dunia. Ditahun 2016 ini mungkin kisah Menteri ESDM 20 hari, Arcandra Tahar dan kisah salah satu anggota paskibra Gloria asal Depok mungkin bisa dijadikan bahan renungan di tulisan khusus HUT RI kali ini.

Latar Belakang.
27 Juli 2016, Presiden Jokowi melakukan resuffle kabinet kerja. Salah satu pos menteri yaitu, ESDM diisi menteri baru dan Arcandra Tahar adalah orangnya. Di tanggal 10 Agustus 2016, Arcandra memberi rekomendasi perpanjangan persetujuan ekspor konsentrat Freeport hingga 11 Januari 2017 yang habis pada 8 Agustus 2016 lalu. Kemudian 13 Agustus 2016, beredar pesan Arcandra berstatus warga negara Amerika sejak Maret 2012. Dan pada akhirnya 15 Agustus 2016 diberhentikan dari Menteri ESDM.

Sedangkan pada kasus lain, Gloria Natapradja Hamel salah satu anggota paskibra nasional tidak dikukuhkan karena kedapatan memegang paspor Perancis. Hal mengejutkan karena Gloria telah melewati proses seleksi panjang hingga tingkat akhir namun, ketahuan memegang kewarnegaraan Perancis.

Analisa
Kedua kasus tersebut merupakan kasus kewarnegaraan yang banyak disimak saat ini, terlebih mendekati perayaan 17 Agustus. Pertanyaannya mendasar adalah apakah mereka mencintai Indonesia? Jika soal mencintai dan nasionalisme saya cukup yakin mereka berdua memiliki kecintaan dan nasionalisme tinggi bagi bumi pertiwi. Namun, secara legalitas hukum mereka belum valid. Kita mulai dari kasus Arcandra. Beliau adalah salah satu pratisi perminyakan top dibidangnya. Setidaknya 6 hak paten internasional perminyakan didapatkan. Sejak 1996-2016 (20 tahun), Arcandra kuliah, kerja dan bertempat tinggal di tanah Amerika Serikat (USA). Kemudian pada Maret 2012 memperoleh kewarnegaraan USA setelah beringkar setia pada negeri Paman Sam. Kemudian direntang 2012-2016 Arcandra menggunakan paspor USA sebanyak 4x untuk kembali ke Indonesia. Uniknya, sebelum Arcandra memperoleh paspor USA ia memperpanjang masa paspor Indonesia.

Menurut UU Kewarnegaraan No 12 tahun 2006, Arcandra secara hukum sudah kehilangan status WNI dengan memiliki paspor USA. Bab IV pasal 23 ayat f cukup jelas maksudnya "secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut. Lalu didalam UU tersebut berulang kali disebut kecuali kewarnegaraan ganda. Itu berarti hukum NKRI tidak mengakui seseorang mempunyai dwi kewarganegaraan. Sehingga paspor Indonesia dan status WNI Arcandra sebenarnya sudah gugur sejak Maret 2012.

Dilain cerita yaitu, kisah salah satu pasukan paskibra nasional Gloria. Ia kedapatan berkewarnegaraan Perancis. Tetapi, kemudian saya berpikir jika Gloria belum berusia 18 Tahun dan pasangan orangtua berbeda kewarnegaraan maka, seharusnya ia memiliki dwi kewarnegaraan karena UU Kewarnegaraan pun mengatakan demikian. Usut punya usut, Gloria ini memang tidak memiliki kewarnegarann ganda dan ia memang berpaspor Perancis. Mengapa bisa begitu? Menurut Menteri Hukum dan HAM Yassona Laoly, UU no 12 thn 2006 memang menjelaskan status anak (dwi kewarnegaraan) dari pasangan orangtua yang berbeda kewarnegaraan. Namun menurut Menteri Yassona "Dia berhak memperoleh dwi kewarganegaeaan. Tapi dia lahir sebelum Undang-Undang Kewarganegaraan tahun 2006. Undang-undang atur dia harus daftar paling lambat 4 tahun. Paling lambat 1 Agustus 2010 orang tuanya harus mendaftarkan. Itu dilewati. Sehingga dia kehilangan kesempatan memperoleh dwikewarganegaraan". Jadi status gloria sebagai WNA cukup jelas dari penjelasan Menteri Hukum dan HAM.

Implikasi dan Tanggung Jawab
Sejak 15 Agustus 2016 Arcandra diberhentikan secara hormat oleh Presiden Jokowi. Perberhentian ini saya anggap positif karena menegakan aturan UU Kewarnegaraan dan Kementerian itu sendiri. Namun bila diikuti kasus ini, bukankah terasa aneh? Keanehannya seperti ini. Siapa yang lebih tidak memahami UU Kewarnegaraan? Presiden atau Arcandra? Pada saat Arcandra datang untuk menjawab posisi Menteri ESDM ia terbang ke Indonesia menggunakan paspor Indonesia dan bersikeras bahwa ia masih WNI karena memiliki paspor Indonesia. Padahal status WNI beliau otomatis gugur sejak 2012. Atau beliau tidak tahu bahwa negara asalnya tidak menganut sistem dwi-kewarnegaraan. Kemungkinan lain adalah Presiden Jokowi tidak mengetahui status kewarnegaraan Arcandra. Dalam UU Kewarnegaraan seseorang bisa menjadi WNI bila minimal bertempat tinggal di Indonesia (secara fisik) 5 tahun berturut-turut atau 10 tahun tidak berturut-turut, lalu bersumpah setia dihadapan pejabat (dalam hal ini kedutaan RI di USA) dan ada surat keputusan Presiden yang menetapkan seseorang telah menjadi WNI. Apakah hal tersebut ada dalam status WNI Arcandra saat kedatangan? Hingga sekarang, berita-berita tidak dapat memberikan bukti tersebut, sehingga saya berkesimpulan Arcandra saat menjadi Menteri ESDM berstatus WNA. Seolah-olah Arcandra memberi keterangan palsu soal status kewarnegaraan pada Presiden.

Sedangkan kasus Gloria untungnya tidak menimbulkan efek serius (tidak setara dengan kasus Arcandra). Tetapi kasus Gloria adalah kelalaian Kemenpora dan panitia dalam melakukan seleksi anggota paskib.Gloria telah melalukan seleksi dari tingkat awal (sekolah), Kota/Kabupaten, Provinsi hingga Nasional. Kemudian menjelang pengukuhan, ia ditolak karena kedapatan WNA. Saya pikir setiap anggota paskib yang telah berlatih keras, tujuan akhirnya adalah mengibarkan bendera merah-putih namun, bila ia ditolak setelah menjalani latihan & proses? Sangat menyakitkan. Menurut padangan saya Gloria tidak bersalah karena kedapatan berpaspor Perancis tetapi cinta Indonesia. Panitia seleksi seharusnya lebih menggali informasi lebih dalam sehingga kecolongan.

Selanjutnya?
Setelah keduanya diberhentikan dari posisi masing-masing bagaimana kelanjutannya? Bagi Arcandra, setelah ia mengambil sumpah Menteri, ia pun tanpa sadar telah melepas status warga negara USA. Kini Arcandra berstatus stateless atau tanpa kewarnegaraan. Meskipun begitu, di hukum Indonesia, Arcandra masih diberlakukan sebagai WNA.

Saran saya untuk beliau, segera mengurus pengembalian status WNI dibanding status warga USA. Mengapa? Pertama, ia lahir di Indonesia, setidaknya ia besar dan bertempat tinggal (rumah secara fisik) 10 tahun tidak berturut-turut. Kedua, motivasi untuk membangun Indonesia. Saya cukup yakin bahwa Arcandra rela kembali ke Indonesia untuk membangun Indonesia bersama Presiden Jokowi namun, kewarnegaraan beliau menjadi batu sandungan. Tidak menutup kesempatan bahwa ia bisa berkontribusi kembali setelah status WNI beliau dikembalikan, kesempatan kedua masih ada untuk beliau. 

Sementara untuk Gloria, ia bisa membuktikan kecintaan pada Indonesia setelah berumur 18 tahun dengan mengajukan permohonan WNI. Terlebih saat ini Kemenpora mendaulat dia sebagai duta. Pembuktian secara hukum sebagai WNI sebagai bukti kongkrit dan legalitas dari surat pernyataan bermaterai.

Kesimpulan
Dari kasus diatas menjadi pelajaran bagi kita semua sebagai WNI (terutama pemerintah) bahwa hukum NKRI tidak menganut dwi-kewarnegaran. Saya sebagai WNI juga setuju dengan UU tersebut. Jika memang berjiwa nasionalis dan patriotisme, kita tidak mungkin melepaskan status WNI hanya karena iming-iming hidup sejahtera menjadi WNA atau merasa inferior di mata bangsa-bangsa dunia. Banggalah menjadi orang Indonesia. Ironi memang ketika orang Indonesia merendahkan bangsa sendiri ketika orang asing berjuang dan lebih cinta Indonesia (malah berkeinginan menjadi WNI) dibanding orang Indonesia sendiri. 

Akhir Kata, Dirgahayu Republik Indonesia 71 Tahun. JAYALAH INDONESIA KU!!!! 
 
 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku dan Keluarga Mahasiswa Katolik St Algonz Universitas Airlangga (bagian 1)

Keluarga Mahasiswa Katolik atau KMK St Algonz bisa dibilang merupakan rumah kedua bagi pribadiku. Banyak kenangan yang sulit dilupakan, baik itu suka dan duka. Namun sesuatu yang terpenting dari semuanya, mereka selalu ada untukmu, itulah makna sebenarnya keluarga. Bagaimana aku berkenalan dengan KMK? Layaknya mahasiswa baru yang diperkenalkan universitas, aku tidak mengira bahwa perkenalan dengan KMK dimulai ketika selesai registrasi. Awalnya aku tidak begitu tertarik tentang pembicaraan KMK. Apa dipikirkan saat itu, UA (Universitas Airlangga) pasti mempunyai wadah untuk kebutuhan mahasiswa katolik dan ingin segera kembali ke rumah. Sebelum kembali pulang, kakak KMK saat itu memberikan sebuah selembar tulisan yang tidak kubaca selama perjalanan pulang dan baru dibaca ketika sampai dirumah. Apa yang tertulis diselembar kertas tersebut cukup mengejutkan karena, menceritakan perjuangan mahasiswa gerakan reformasi, Bimo Petrus . Bacaan tersebut sungguh menggugah hati sebab, ia ada...

Undang-Undang Karet yang Bernama Penistaan Agama

Tulisan ini bukanlah hanya berisi opini pribadi namun, adalah kajian dari tulisan dan esai jurnalistik yang bisa dipertanggung jawabkan kebenaran sumbernya Maraknya berita-berita soal isu agama yang dibawa ke ruang politik dan publik yang sering terjadi belakangan ini, membuat Indonesia gempar. Puncaknya adalah kasus penodaan agama yang dituduhkan pada Basuki Thayaja Purnama alias Ahok tertanggal 27 September 2016 pada saat berpidato di pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.

Swiss Guard (bagian 2)

Sebelumnya di bagian 1. Saya menceritakan latar terbentuknya Garda Swiss Sri Paus. Kini mari bicarakan keadaan Garda Swiss terkini. Setelah Garda Swiss ditetapkan menjadi pasukan penjaga pribadi Sri Paus Julius II. Garda Swiss Kepausan ditarik dari medan perang dan fokus menjaga keselamatan Sri Paus. Uniknya Paus Julis II juga hanya meminta 200 pasukan. Namun, pada saat reformasi gereja oleh Martin Luther, posisi swiss guard semakin dikukuhkan sebagai penjaga kesucian gereja. Kini Garda Swiss hanya beroperasi di sekitar area lapangan St. Petrus, St. Basillika dan Sistine Chapel bukan, seluruh wilayah Vatikan. Satu-satunya perang yang dialami Garda Swiss adalah peristiwa pengempungan Roma oleh Kekaisaran Romawi Suci tanggal 6 Mei 1527. Meskipun Garda Swiss kalah telak karena kalah jumlah pasukan, mereka masih bisa menyelamatkan nyawa Paus Clement VII dan sejak peristiwa itu Garda Swiss mulai merekrut pasukan baru dan diambil sumpahnya pada tanggal 6 Mei. Untuk menjadi salah ...