Langsung ke konten utama

Kurikulum 2013

Apa yang saya tuliskan disini merupakan pengalaman, perasaan dan pandangan pribadi terhadap sistem pendidikan di Indonesia.

Sejak saya mulai memulai pendidikan dari tingkat dasar dan perguruan tinggu saya menyadari ada yang salah dalam sistem pendidikan di Indonesia bahkan lebih banyak negatif dibanding positif. Pendidikan Indonesia bisa dibilang mampu berbicara di ajang olimpiade sains tingkat Internasional bahkan dimuat media cetak beberapa kali tentang kemenangan Indonesia yang tentu mengharumkan bangsa. Tapi tunggu dulu, hasil yang paling dapat dilihat dari sistem pendidikan (baca:kurikulum) adalah produk output dari peserta didik. 

Fakta ironis bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia terbesar ke-3 di Asia namun, kurikulum dilaksanakan berada di kawasan negara raport "merah". Salah satu mengapa Indonesia kurikulumnya terbelakang adalah pemikiran kurikulum yang masih pakem lama. Sejak SD murid-murid sudah ditekankan untuk menghapal dibanding berpikir kreatif akhirnya kebiasaan ini dibawa hingga jenjang-jenjang pendidikan berikutnya. Nilai kognitif memiliki porsi lebih besar dibanding nilai psikomotor dan afektif akhirnya murid berusaha mendapatkan nilai kognitif setinggi mungkin (saya bahas pada alasan berikutnya). 

Kedua, sejak SD pula guru pengajar masih menggunakan cara lama yaitu, komunikasi satu arah. Selama saya mengikuti pendidikan di Indonesia, tenaga pengajar seolah dikejar oleh waktu. Dalam satu ajaran tenaga pengajar diberi tenggat waktu untuk menyelesaikan materi bahan ajar, entah murid mampu untuk menangkap isi bahan ajaran tersebut. Selain ada kebijakan sekolah/perguruan yang merotasi jadwal tenaga pengajar. Sehingga guru/dosen hanya bertatap muka hanya untuk beberapa waktu. Sebagai contoh adalah Finlandia yang memiliki kebijakan tidak merotasi guru/dosen dalam kurun waktu tertentu untuk kelas dan siswa. Akibatnya siswa dan guru biasanya terus bertatap muka dalam kurun waktu lama. Ada keterikatan pastinya antara keduanya, guru tentunya lebih mengenal personal kemampuan siswa untuk diarahkan lebih baik. Mungkin salah satu kebijakan  ini bisa diterapkan atau percontohan terlebih dahulu.

Ketiga, dan ini dikatakan beberapa praktisi pendidikan adalah Ujian Nasional. UN atau Ujian Nasional dianggap sebagai dosa terbesar yang dilakukan pemerintah dalam mencetak akademisi. UN dianggap sebagai senjata terhebat untuk membunuh kreativitas. Itu memang saya rasakan, UN saya anggap sebagai beban sehingga akhirnya nilai kognitif yang diincar. Apalagi UN masih ditempatkan sebagai salah satu faktor kelulusan siswa hingga saat ini. Akhirnya tujuan "suci" UN yang harusnya menjadi sekadar evaluasi pendidikan selama 1tahun gagal total karena tujuan itu dibelokan menjadi persaingan mendapatkan nilai UN sebagai prestige dengan cara apapun dan dengan pakem tertentu. Jika pemerintah ingin UN kembali ke tujuan "suci" maka, UN tidak boleh dimasukan kedalam salah satu faktor kelulusan. Jika masih pemerintah masih ngotot memasukan UN ke dalam faktor kelulusan maka harus dalam persentase rendah.

Kini pemerintah telah menyiapkan formula kurikulum baru "Kurikulum 2013" yang diyakini menjadi jawaban untuk meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia. Namun, menurut saya ini kurikulum ini dimajukan terlalu cepat. Sudah dimajukan tanggal rilisnya namun, persiapan dari pemerintah untuk implementasinya masih setengah-setengah. Mengapa kesungguhan pemerintah dalam mempersiapkan kurikulum ini dipertanyakan? Karena kurikulum 2013 memakan dana APBN senilai 2 Triliun meningkat dari anggaran semula yang 600 Miliar. Kemudian, sosialisasi guru-guru/tenaga pengajar yang tidak genap 6 bulan saja. Buku-buku ajaran yang dicetak belum terlalu lengkap.

Kurikulum baru ini juga aneh karena beberapa mata pelajaran yang digabungkan dan dihilangkan. Untuk mata pelajaran yang digabungkan seperti IPA, IPS ke pelajaran Bahasa Indonesia membuat banyak guru di wilayah dalam kesulitan implementasinya. Pelajaran seperti bahasa daerah pun keberadaannya juga dihilangkan dalam draft kurikulum 2013. Padahal, bahasa daerah tidak sekadar bahasa daerah namun, kearifan lokal. Tapi, karena palu sudah diketuk dan menteri M.Nuh tetap pada perkataan "masa depan penerus bangsa dipertaruhkan" ya sudah kita laksanakan kurikulum ini sebaik mungkin. Kalau ditemukan kesalahan atau ingin revisi yang lebih baik masnyarakat bisa mengawasinya. Pemerintah juga harus mau membuka hatinya untuk masalah kritik dan saran kurikulum.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku dan Keluarga Mahasiswa Katolik St Algonz Universitas Airlangga (bagian 1)

Keluarga Mahasiswa Katolik atau KMK St Algonz bisa dibilang merupakan rumah kedua bagi pribadiku. Banyak kenangan yang sulit dilupakan, baik itu suka dan duka. Namun sesuatu yang terpenting dari semuanya, mereka selalu ada untukmu, itulah makna sebenarnya keluarga. Bagaimana aku berkenalan dengan KMK? Layaknya mahasiswa baru yang diperkenalkan universitas, aku tidak mengira bahwa perkenalan dengan KMK dimulai ketika selesai registrasi. Awalnya aku tidak begitu tertarik tentang pembicaraan KMK. Apa dipikirkan saat itu, UA (Universitas Airlangga) pasti mempunyai wadah untuk kebutuhan mahasiswa katolik dan ingin segera kembali ke rumah. Sebelum kembali pulang, kakak KMK saat itu memberikan sebuah selembar tulisan yang tidak kubaca selama perjalanan pulang dan baru dibaca ketika sampai dirumah. Apa yang tertulis diselembar kertas tersebut cukup mengejutkan karena, menceritakan perjuangan mahasiswa gerakan reformasi, Bimo Petrus . Bacaan tersebut sungguh menggugah hati sebab, ia ada...

Undang-Undang Karet yang Bernama Penistaan Agama

Tulisan ini bukanlah hanya berisi opini pribadi namun, adalah kajian dari tulisan dan esai jurnalistik yang bisa dipertanggung jawabkan kebenaran sumbernya Maraknya berita-berita soal isu agama yang dibawa ke ruang politik dan publik yang sering terjadi belakangan ini, membuat Indonesia gempar. Puncaknya adalah kasus penodaan agama yang dituduhkan pada Basuki Thayaja Purnama alias Ahok tertanggal 27 September 2016 pada saat berpidato di pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.

Swiss Guard (bagian 2)

Sebelumnya di bagian 1. Saya menceritakan latar terbentuknya Garda Swiss Sri Paus. Kini mari bicarakan keadaan Garda Swiss terkini. Setelah Garda Swiss ditetapkan menjadi pasukan penjaga pribadi Sri Paus Julius II. Garda Swiss Kepausan ditarik dari medan perang dan fokus menjaga keselamatan Sri Paus. Uniknya Paus Julis II juga hanya meminta 200 pasukan. Namun, pada saat reformasi gereja oleh Martin Luther, posisi swiss guard semakin dikukuhkan sebagai penjaga kesucian gereja. Kini Garda Swiss hanya beroperasi di sekitar area lapangan St. Petrus, St. Basillika dan Sistine Chapel bukan, seluruh wilayah Vatikan. Satu-satunya perang yang dialami Garda Swiss adalah peristiwa pengempungan Roma oleh Kekaisaran Romawi Suci tanggal 6 Mei 1527. Meskipun Garda Swiss kalah telak karena kalah jumlah pasukan, mereka masih bisa menyelamatkan nyawa Paus Clement VII dan sejak peristiwa itu Garda Swiss mulai merekrut pasukan baru dan diambil sumpahnya pada tanggal 6 Mei. Untuk menjadi salah ...