Langsung ke konten utama

Ngoceh : Rancangan Peraturan Menteri tentang Game Online

Halo happy weekennd di hari Sabtu 31 Oktober, pada kolom ini saya membicarakan isu hangat yang baru saja keluar di media-media berita nasional yaitu, Rancangan Peraturan Menteri (RPM) tentang Game Online bagi anak-anak. Ini adalah kelanjutan (dan kejelasan) dari berita simpang-siur yang sebelumnya menyebutkan bahwa ada pencekalan beberapa Game Online di Indonesia. Kini Kemeninfo tengah mengeluarkan Rancangan Peraturan Menteri yang kini tengah menjalani uji publik sebelum disahkan.

Dari banyak sumber berita, sebagian besar mengulas kritik KPAI terhadap draft Permen (Peraturan Menteri) tersebut. KPAI beralasan, draft tersebut justru bertentangan dengan UU perlindungan anak yang berarti sama saja melegalkan konten negatif dalam game online. Dalam RPM tersebut bila dicermati hanya menitik beratkan klasifikasi umur. Misalnya dalam RPM, Umur 13-16 tahun boleh memainkan game online berkonten kekerasan, narkoba. Lalu umur 17+ boleh memainkan game online berkonten pornografi. KPAI beranggapan RPM ini sama saja melegalkan konten negatif yang melanggar UU perlindungan anak, padahal usia 17 tahun masih dikategorikan belum dewasa menurut UU. Apalagi hingga kini Indonesia belum mempunyai semacam aturan cyber yang cukup saat mereka bermain game online karena game online banyak unsur seksual, kekerasan, dan sebagainya. KPAI juga memberi saran Kemeninfo agar lebih mengatur regulasi bagi penyelenggara jasa online sebagai penyedia jasa permainan anak agar menciptakan game yang memiliki perspektif perlindungan anak secara utuh bukan melarang anak untuk mendapatkan hak bermain.

Benarkah Game Online itu Bahaya bagi Anak-Anak??
Pertanyaan yang sering dilotarkan dan sudah ditanyakan ribuan kali. Ada pro dan kontra, dan tiap kubu mempunyai teori dan studi lapangan yang menguatkan. Di kubu pro, efek positif dari game yang dimainkan secara terartur adalah stimulus bagi syaraf, khususnya mata dan motorik sekaligus koordinasi gerakan. Namun di kubu kontra, efek negatif game juga tak kalah besar. Anak-anak adalah makhluk imitatif yang artinya cenderung mencontoh, melakukan apa yang mereka lihat dan dengar. Itulah bahayanya jika anak-anak memainkan game bukan diperuntukan usianya.

Fenomena kekerasan yang dilakukan anak-anak di Indonesia seperti gunung es. Tidak terlihat atau kecil namun, sebenarnya berdampak besar dan masalah serius. Bagaimana hal ini bisa terjadi? Besar kemungkinan karena faktor lingkungan dan pengawasan orang tua. Pada saat ini tidak terlalu sulit untuk mencari warnet game online (baik kecil ataupun besar) bahkan di lingkungan tempat tinggal saya sekarang, ada warnet kecil yang tiap hari ramai diisi anak-anak SD-SMP. Kebanyakan dari memainkan game online tembak-menembak (kalian gamer tahulah game ini tanpa saya sebutkan merek). Terlebih di daerah saya anak-anak yang bermain game online tidak sepenuhnya diawasi orang tua. Orang tua tahunya hanya anak mereka pamit bermain tapi, tidak tahu game online macam apa yang dimainkan anak-anak mereka. Orang tua terkadang juga lepas kendali terhadap anak-anak yang memainkan game di rumah sendiri bahkan. Mudahnya akses game online di zaman sekarang tidak lepas dari kebijakan publisher yang mengratiskan game online itu sendiri (Free to Play) terlebih penyeleggara game online di Indonesia banyak menghadirkan game Free to Play sehingga mudah didapatkan. Ingat sebagian besar penyelenggara game online Indonesia bukan membuat game. Mereka hanya membeli lisensi dan membuat server di Indonesia. Jika pemerintah berani membenahi penyelenggara game online, beberapa game online yang dijumpai di warnet akan hilang atau diminimalisir. Jangan lupakan game online yang ada di media sosial seperti facebook dan Smartphone Android. Game-game kecil tersebut masih dikategorikan game online

Komunitas Game Online
Meski niatan pemerintah baik tapi ingat sebagian besar game online tidak mempunyai rating. Itu berarti semua umur bisa memainkan game online. Faktor lain yang menentukan game online mempunyai efek negatif bagi tumbuh kembang anak-anak adalah komunitas dalam game online itu sendiri. Mengingat komunitas 1 game online cukup besar dan tidak memandang usia, sangat mungkin anak-anak mendengar atau melihat percakapan (chat) antar pemain. Hal biasa terjadi karena game online tidak mempertemukan manusia secara real/nyata, kita hanya menerka-nerka apakah ada anak-anak dalam 1 sesi permainan game online. Ironisnya komunitas game online Indonesia (dan dunia) lebih banyak diisi forum dengan chat kata-kata kotor dan merendahkan. Akibatnya hal-hal kecil seperti ini tersimpan dalam memori anak dan berujung pada sifat berontak, nakal, mengeluarkan umpatan dan sejenisnya. Saya juga mengalami seperti itu, tidak tahu bahwa bermain dengan anak-anak, keluar kata-kata kasar dari mulut saya.

Kini tantangan di zaman modern adalah peran aktif orangtua dalam mengawasi anak-anak. Tidak hanya mengontrol waktu bermain mereka namun kini juga harus mengetahui game-game online apa saja yang mereka mainkan. Selain itu warnet dan game station juga harus menerapkan standart, jangan hanya mengejar keuntungan belaka akhirnya membolehkan anak-anak bermain game-game online yang seharusnya tidak dimainkan di usia mereka.

Komentar

  1. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku dan Keluarga Mahasiswa Katolik St Algonz Universitas Airlangga (bagian 1)

Keluarga Mahasiswa Katolik atau KMK St Algonz bisa dibilang merupakan rumah kedua bagi pribadiku. Banyak kenangan yang sulit dilupakan, baik itu suka dan duka. Namun sesuatu yang terpenting dari semuanya, mereka selalu ada untukmu, itulah makna sebenarnya keluarga. Bagaimana aku berkenalan dengan KMK? Layaknya mahasiswa baru yang diperkenalkan universitas, aku tidak mengira bahwa perkenalan dengan KMK dimulai ketika selesai registrasi. Awalnya aku tidak begitu tertarik tentang pembicaraan KMK. Apa dipikirkan saat itu, UA (Universitas Airlangga) pasti mempunyai wadah untuk kebutuhan mahasiswa katolik dan ingin segera kembali ke rumah. Sebelum kembali pulang, kakak KMK saat itu memberikan sebuah selembar tulisan yang tidak kubaca selama perjalanan pulang dan baru dibaca ketika sampai dirumah. Apa yang tertulis diselembar kertas tersebut cukup mengejutkan karena, menceritakan perjuangan mahasiswa gerakan reformasi, Bimo Petrus . Bacaan tersebut sungguh menggugah hati sebab, ia ada...

Undang-Undang Karet yang Bernama Penistaan Agama

Tulisan ini bukanlah hanya berisi opini pribadi namun, adalah kajian dari tulisan dan esai jurnalistik yang bisa dipertanggung jawabkan kebenaran sumbernya Maraknya berita-berita soal isu agama yang dibawa ke ruang politik dan publik yang sering terjadi belakangan ini, membuat Indonesia gempar. Puncaknya adalah kasus penodaan agama yang dituduhkan pada Basuki Thayaja Purnama alias Ahok tertanggal 27 September 2016 pada saat berpidato di pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.

Swiss Guard (bagian 2)

Sebelumnya di bagian 1. Saya menceritakan latar terbentuknya Garda Swiss Sri Paus. Kini mari bicarakan keadaan Garda Swiss terkini. Setelah Garda Swiss ditetapkan menjadi pasukan penjaga pribadi Sri Paus Julius II. Garda Swiss Kepausan ditarik dari medan perang dan fokus menjaga keselamatan Sri Paus. Uniknya Paus Julis II juga hanya meminta 200 pasukan. Namun, pada saat reformasi gereja oleh Martin Luther, posisi swiss guard semakin dikukuhkan sebagai penjaga kesucian gereja. Kini Garda Swiss hanya beroperasi di sekitar area lapangan St. Petrus, St. Basillika dan Sistine Chapel bukan, seluruh wilayah Vatikan. Satu-satunya perang yang dialami Garda Swiss adalah peristiwa pengempungan Roma oleh Kekaisaran Romawi Suci tanggal 6 Mei 1527. Meskipun Garda Swiss kalah telak karena kalah jumlah pasukan, mereka masih bisa menyelamatkan nyawa Paus Clement VII dan sejak peristiwa itu Garda Swiss mulai merekrut pasukan baru dan diambil sumpahnya pada tanggal 6 Mei. Untuk menjadi salah ...