And the goverment from the people, by the people, for the people. Shall not perish from the world
Melihat Indonesia saat ini sungguh menyedihkan bahkan untuk dilihat warga negaranya sendiri. Korupsi, inflasi, konflik sosial. Sebenarnya akar permasalahan ini muncul dari satu titik yaitu, kepemimpinan yang lemah dari Presiden sekarang Susilo Bambang Yudhoyono.
Di akhir tahun 2012 mungkin Anda masih ingat apa yang diucapkannya sebagai pernyataan kepala kabinet Indonesia bersatu II. Tahun 2013 adalah tahun politik, tahun penuh intrik dan para menteri di kabinet biasanya adalah tokoh elite dari partai tertentu. SBY memberikan pernyataan untuk para menteri untuk mendahulukan urusan negara dibanding urusan partai. SBY kemudian sepertinya menjilat ludahnya sendiri Aprli lalu, ketika dia mengikuti proses pemilihan ketua umum partai Demokrat. Pemilihan ketua tersebut malah menjadikan Presiden SBY sebagai ketua umum. Sebuah lelucon besar di tahun politik ini.
Tidak lama setelah itu, kali ini SBY juga mengingatkan para menterinya untuk mengutamakan urusan negara dan jika memilih urusan partai dipersilahkan mengundurkan diri. Saya rasa ini hanya gertakan kecil untuk para elite PKS yang pada waktu lalu mengancam keluar dari koalisi.
Kembali ke awal judul tentang kekuatan dan kekuasaan. Boleh saat ini kita merasa muak dengan pemerintahan SBY yang tidak kuat. Namun menjadi pelajaran juga untuk memilih kriteria pemimpin selanjutnya. Pertanyaannya adalah siapkah kita untuk merubah Indonesia menjadi lebih baik? Beberapa teman-teman mahasiswa yang turun kejalan menutut kebijakan pemerintahan lebih baik patut diapresiasi. Namun, terkadang kita lupa jika kita memang menginginkan perubahan Indonesia yang lebih baik kita juga harus mengincar posisi strategis untuk menjadikan impian itu kenyataan.
Mempelajari sejarah bahwa memang seorang penuh dengan idealisme berhasil mewujudkan impian ke pelosok negerinya karena ia memegang pucuk pepimpinan. Ambil contoh sosok Abraham Lincoln, Presiden Amerka ke-16 yang menghapuskan sistem perbudakan lewat amandemen konstitusi. Sebelum ia muda bahkan ketika Lincoln masih berprofesi sebagai pengacara ia memang bercita-cita menghapuskan pratek perbudakan. Ia mencoba memasuki ranah politik untuk mewujudkan harapan tersebut namun ia masih gagal. Hingga ia sadar untuk menghapuskan perbudakan ia harus memegang jabatan tertinggi, sebagai Presiden. Ia akhirnya berhasil meski dibayar dengan nyawa.
Percuma saja kita melakukan revolusi atau perubahan demokrasi seperti saat ini jika yang memegang tampuk kekuasaan (legislatif, eksekutif, yudikatif) masih berupa orang-orang yang tidak semangat untuk memperbaiki Indonesia. Jadi bila ada diantara Anda memang menginginkan perubahan Indonesia secara nyata berdampak masif incarlah posisi strategis tersebut (politik).
Komentar
Posting Komentar